Sejak kecil, kita sudah mempelajari bahasa secara sendiri, tanpa ada yan mengajari. Kita bisa belajar sedikit demi sedikit. Bahasa yang dituliskan ataupun yang dilafalkan pasti memiliki makna. Melalui bahasa kita dapat menuangkan ide atau gagasan yang kita pikirkan.Bahasa merupakan dasar segala kegiatan yang kita lakukan.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
A. Bahasa yang baik
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan pada aspek komunikatif bahasa, sehingga kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita, kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Untuk itu, unsur-unsur seperti umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Akan sangat berbeda cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa. Sudah pasti kita akan mempergunkan bahasa yang lebih baik dan sopan kepada orang dewasa daripada kepada anak kecil Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dengan yang berpendidikan rendah juga tidak dapat disamakan.
B. Bahasa yang benar
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa yang terdiri dari 4 hal, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis..
Kriteria yang akan digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini meliputi aspek, yaitu
(1) Tata bunyi (Fonologi), misalnya kita telah menerima bunyi f, v dan z. Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi, zakat, izin, bukan pajar, motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek tata bumi. Pelafalan yang benar adalah kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, tranmigrasi, ekspot.
(2) Tata bahasa (kata dan kalimat), misalnya, bentuk kata yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban, bukan obah, robah, rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan pertanggung jawaban.
(3) Kosa kata (termasuk istilah), kata-kata seperti bilang, kasih, entar dan udah lebih baik diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam penggunaan bahasa yang benar. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi.
(4) Ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, dan hierarki
(5) Makna, penggunaan bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya, dalam penggunaan bahasa dalam ilmu pengetahuan tidak tepat menggunakan bahasa konotasi memiliki makna kiasan)
Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
A. Perbedaan dari Segi Wujudnya
Jika kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang semacam ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau, bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.
Kalimat tersebut juga tidak pernah kita jumpai pada saat kita membaca surat-surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.Namun di sisi lain, ketika kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau suku yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling banter’, ‘kesusu’ dan ‘mblayu’? Jika kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata ataupun struktur kalimat yang tidak akan dimengerti oleh lawan bicara kita sebagaimana contoh di atas..
Perbedaan wujud sejacar khusus antara bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada contoh di atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seeorang lain daerah atau lain suku memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untuk memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka), ‘dia punya harga’ (untuk harganya), dan kata ‘situ’ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya), ‘kenapa’ (untuk mengapa), ‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’ (untuk tidak), ‘gini’ (untuk begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.
B.Perbedaan dari Proses Terbentuknya
Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah diuraikan sebelumnya. Akan tetapi, untuk mempertajam perbadaan latar belakangnya dapat ditelaah hal berikut.
Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah sarana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.
Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat.
C. Perbedaan dari Segi Fungsinya
Perbedan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara terlihat juga pada wilayah pemakaian dan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.
Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi itu. Ketika kita (misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air Indonesia) menggunakannya sebagai bahasa negara/resmi, maka Bahasa Indonesia dipakai sebagai alat penghubung antarsuku,. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotnyan berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku, karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.
Sumber: http://freezcha.wordpress.com/2009/09/25/fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indonesia/